Pada 2018 lalu sebanyak 4 juta jiwa mendaftarkan diri untuk menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), dari 4 juta tersebut sebanyak 2.572.891 yang menyelesaikan proses pendaftaran. Dari jumlah tersebut 1.751.661 yang lolos seleksi, dan hanya 100.000 yang lolos CPNS tahun 2019 (Kompas.com).
Jumlah tersebut tentunya sangat banyak, apalagi terjadi setiap tahunnya. Masyarakat lebih memilih untuk menjadi PNS karena meras “terjamin” kehidupannya, terutama hari tua. Tak heran jika pada tahun 2019 ini banyak calon peserta ujian yang sampai membeli jimat kepada ‘orang pintar’ demi ia bisa lolos dan menjadi CPNS.
Peristiwa tersebut tentunya perlu direnungkan, terutama kaum muda, khususnya mahasiswa yang telah memiliki pola pikir lebih dibandingkan pemuda pada umumnya. Masa iya pekerjaan PNS menjadi rebutan dan sampai mati-matian untuk mahasiswa?.
Pola pikir untuk menjadi PNS memang perlu diubah, jika pola pikir ini masih menjadi sebuah cita-cita maka bisa dipastikan rakyat Indonesia jauh dari kata sejahtera. Karena hakikatnya, PNS adalah beban bagi negara. Ia digaji oleh negara dan harus menghidupi sampai usia lanjut.
Memang tidak bisa dipungkiri jika pekerjaan mereka mulia, karena mengurus kemaslahatan umat dalam tatanan negara. Akan tetapi alangkah lebih mulia lagi jika kita sebagai umat muslim meniru panutan kita Nabi Agung Muhammad Saw. Beliau adalah Presiden Negara Madinah yang bisa tidak menjadi beban negara. Sampai-sampai beliau meninggal dalam keadaan miskin, Masyaallah.
Nabi telah memberikan contoh pula, jika pekerjaan yang mulia adalah berdagang. Beliau mencontohkan sendiri sejak umur 12 tahun yang sudah ikut berdagang ke Negeri Syam bersama pamannya, Abu Thalib. Karena dalam berdagang kita bisa menjadi manusia yang mulia dan merdeka. Bisa melatih karakter, kejujuran, dan kesabaran, juga menjalin hubungan baik dengan sesama manusia.
“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).
Menjadi seorang pedagang merupakan pekerjaan yang mulia, bisa diartikan lebih mulia dari pemilik jabatan pemerintah sekalipun. Ini dibuktikan oleh Nabi Dawud yang menjadi seorang pedagang (melalui pembantunya) untuk menghidupi keluarganya saat menjadi Raja. Beliau membuat anyaman dari tangannya sendiri untuk selanjutnya dijual di pasar.
“Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari, Kitab al-Buyu’, Bab Kasbir Rojuli wa ‘Amalihi Biydihi II/730 no.2072)
Dengan demikian Rasulullah menganjurkan kepada kita selaku umatnya untuk berdagang. Tidak pandang usia atau gelar sarjana untuk menjadi seorang pedagang. Tentunya tidak perlu gengsi atau malu jika setelah wisuda bekerja menjadi seorang pedagang. Bukan PNS atau artis papan atas yang selalu tayang di tv. Melainkan seorang pedagang baik hati yang memberi rizki kepada orang lain melalui lapangan pekerjaan. Allahumma Shalli Ala Sayyidina Muhammad.
Sumber: Baladena.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar