Senin, 11 November 2019

CONTOH MAKALAH SISTEM PENYIARAN DI INDONESIA (Radio dan Televisi)



Muhammad Ismail Lutfi


SISTEM PENYIARAN DI INDONESIA
(Radio dan Televisi)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sistem Komunikasi Indonesia
Dosen Pengampu: Silvia Riskha Fabriar, S. Sos. I, MSI

Disusun Oleh:
Muhammad Ismail Lutfi (1501026048)
Apriliani Abdul Wahid (1501026109)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017

I.         Pendahuluan
Realita di lapangan menunjukkan bahwa komunikasi merupakan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dan saat ini telah ada komunikasi massa yang mana merupakan komunikasi dengan menggunakan media massa dalam penyampainnya. Dalam makalah ini kami akan fokus pada media penyiaran yakni Radio dan Televisi.
Dalam sejarahnya Indonesia pernah sangat gencarnya dalam penggunaan radio, terbukti pada saat pra dan pasca kemerdekaan Indonesia yang menunjukkan banyaknya pengguna radio. Dengan seiring berjalannya waktu, kecanggihan radio di susul dengan TV yang mempunyai nilai tambah yakni menyajikan tidak hanya suara, akan tetapi gambar juga.
Dalam kesempatan ini kami membahas tentang pengertian Radio, TV, sejarah berkembangnya, sistem penyiarannya dan perkembangan saat ini. Mengingat perkembangan teknologi yang semakin canggih dan dengan adanya penguasaan media oleh orang-orang tertentu. Padahal di negara ini sudah terdapat lembaga-lembaga yang mengawasi serta mengontrol kinerja setiap media.
II.      Rumusan Masalah
A.       Bagaimana Pengertian dan Sejarah Rdio dan TV ?
B.        Seperti Apakah Sistem Radio di Indonesia ?
C.        Bagaimanakah Sistem TV di Indonesia ?
D.       Bagaimana Perkembangan Keduanya Saat Ini ?

III.   Pembahasan
A.       Pengertian, sejarah Radio dan TV
1.         Pengertian Radio dan sejarahnya
Rahanatha (2008: 42) menjelaskan pengertian radio sebagai teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Dengan demikian yang dimaksud dengan istilah radio bukan hanya bentuk fisiknya saja, tetapi antara bentuk fisik dengan kegiatan radio adalah saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Arti sederhananya Radio merupakan sebuah teknologi komunikasi dengan cara mengirimkan sinyal melalui gelombang elektromagnetik.
Siaran radio yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda), ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan Uni Soviet.[1]
2.         Pengertian TV dan Sejarahnya
Televisi (TV) adalah sebuah media telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna.[2] Televisi merupakan alat penangkap suara yang bergambar berupa audio visual dengan cara broadcasting, yang mana istilah ini berasal dari bahasa yunani. Tele (jauh) dan vision (meihat) yang berarti “melihat jauh” karena TV di tonton oleh pemirsa dari jarak jauh. (Ilham Z, 2010:255)
TV sebagai media massa mulai lahir pada tahun 1946, ketika khalayak menonton siaran rapat dewan keamanan PBB New York (Amir, 1999). Sedangkan di Indonesia Televisi mulai ada dan berkembang pada tahun 1962 dimulai dengan pengiriman teleks oleh Presiden Soekarno di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi pada 23 oktober 1961. Mulai saat itulah Soekarno memerintahkan Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televis, dan TVRI merupakan stasiun televise pertama di Indonesia.

B.        Sistem Penyiaran Radio di Indonesia
Kurang dari satu dekade setelah reformasi, peta media massa di Indonesia telah berubah secara drastis. Media cetak yang kuat berkembang dan menjadi induk dari lahirnya grup media cetak. Sementara itu, media elektronika berkembang lebih cepat lagi dan menjadi industri yang menggiurkan bagi para pemilik modal karena melimpahnya iklan yang masuk ke media elektronika, khususnya media televisi yang dimiliki oleh perusahaan swasta.
Pada era kolonialisme (pra-kemerdekaan), media massa bersatu dalam satu tujuan, yaitu melahirkan pemikiran-pemikiran yang memperjuangkan nasionalisme Indonesia. Pada masa tersebut peran media massa dalam menyampaikan pesan-pesan pembentukan opini bagi idealisme sangat berat, karena redaksionalnya dikuasai dan diawasi oleh pihak kolonial Belanda dan Jepang walaupun demikian, para kuli tinta saat itu tetap berupaya keras menyampaikan pesan dan pemikiran nasionalisme di media massa.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tugas media massa dalam menyampaikan pesan difokuskan kepada semangat patriotisme yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk menghadang pihak-pihak yang tidak menghendaki kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
Adapun era demokrasi terpimpin menjadi bagian sejarah pendewasaan media massa di Indonesia. Kondisi politik yang belum stabil, banyaknya partai politik, dan income per kapita rendah menggambarkan permasalahan sosial yang kompleks. Media massa telah bebas dari kolonialisme namun berubah sebagai alat kekuatan politik dalam perang ideologi (nasional, agama, komunis).
Memasuki era Orde Baru terjadi pemusatan informasi oleh negara. Realitas kondisi politik yang stabil dan tenang tanpa gejolak berarti lebih dikarenakan tindakan represif pemerintah. Media massa dikontrol dalam regulasi yang otoriter, untuk selanjutnya menjadi propaganda penguasa dalam mengatur roda pemerintahan. Melihat kondisi saat ini, dan dibandingkan dengan era-era sebelumnya, dapat ditelusuri perkembangan bisnis media; apakah bisnis media menjadi lebih baik untuk kebutuhan masyarakat ataukah hanya menguntungkan para konglomerat yang menguasai bisnis media di Indonesia.[3]
Penyiaran di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002. Pada pasal 1 butir 2 yang berbunyi “penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran”.
Dalam melaksanakan penyiaran, terdapat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berwenang sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran (terdapat dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002 pasal 7 butir 2). Kemudian dalam menjalankan tugas, fungsi, wewenang dan kewajibannya KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (sebagaimana yang terdapat pada Undang-Undang No. 32 tahun 2002 pasal 7 butir 4).
Selanjutnya dalam konsiderans Undang-Undang No. 32 tahun 2002 butir d ditegaskan, bahwa lembaga penyiaran merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sosial, budaya politik, dan ekonomi memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta kontrol dan perekat sosial. Ini berarti media penyiaran berperan sebagai media massa yang sejajar dengan media cetak dan media tatap muka.[4]
Terdapat beberapa klasifikasi jenis media penyiaran yang dapat terbagi menurut format siaran, sumber pendanaan, wilayah cakupan layanannya, fugnsinya dalam jaringan, menurut kelas jaringan nasional (PP No. 12/2005 tentang LPP RRI), dan menurut UU No. 32/2002 tentang penyiaran.
1.      Menurut format siaran, berarti dari jenis program yang disajikan setiap harinya (rundown) yang biasanya dirancang dalam satu tahun anggaran, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.       Media penyiaran pendidikan, yang mempunyai program tetap instruksional olahraga, tata boga, dan tata busana. Di samping itu, jenis program lainnya, yaitu dengan topik iptek, kebudayaan, kewilayahan
b.      Media penyiaran berita, yang mempunya format siaran berita dengan beberapa aspeknya, seperti headline das,breaking das, berita tetap (siang, malam), wawancara eksklusif, laporan investigasi, ulasan ekonomi/politik.
c.       Media penyiaran hiburan, yang menyiarkan segala bentuk entertaint seperti pagelaran musik, sulap, pagelaran pemberian award.
d.      Media penyiaran umum, yang menyiarkan semua format yang mungkin.

2.      Menurut sumber pendanaan, berarti dari asal perolehan dana yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.       Media penyiaran publik, yang mendapatkan seluruh pendanaan atau sebagian anggaran operasionalnya dari pemerintah. Biasanya media penyiaran ini menjadi saluran pemerintah untuk menyiarkan kemajuan pembangunan, kebijaksanaan yang diambil pemerintah.
b.      Media penyiaran swasta, yang mendapatkan dana secara swadaya melalui pendayagunaan potensi periklanan.
c.       Media penyiaran komunitas, yang memperoleh dana secara swadaya dari kalangan komunitasnya, seperti kalangan nelayan, petani, atau kelompok-kelompok lain.

3.      Menurut wilayah cakupan layanan, berarti dari luas wilayah yang dapat menangkap siaran stasiun penyiaran tersebut, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.       Media penyiaran lokal, yang mempunyai wilayah siaran hanya sebatas wilayah perkotaan, misalnya siaran radio FM.
b.      Media penyiaran regional, yang mempunyai wilayah siaran sampai melintasi wilayah satu perkotaan, misalnya siaran radio MW.
c.       Media penyiaran nasional, yang mempunyai wilayah siaran secara nasional (nation wide), misalnya RRI dengan siaran dari Stasiun Pusat Jakarta.
d.      Media penyiaran internasional, yang mempunyai wilayah siaran secara internasional seperti RRI siaran luar negeri (VOI, Voice of Indonesia), BBC, ABC.

4.      Menurut fungsinya dalam jaringan, berarti dari status dalam jaringan secara operasional sehari-hari, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.       Media penyiaran induk, merupakan stasiun pusat dari mana siaran berasal. Biasanya produksi siaran juga dilakukan di stasiun induk ini, dan umumnya letak stasiun induk berada di ibu kota satu negara seperti RRI di Jakarta, BBC di kota London.
b.      Media penyiaran relai, merupakan stasiun penerus pancaran semua program dari stasiun induk. Stasiun relai ini tidak melakukan produk siaran.

5.      Menurut kelas dalam jaringan nasional,  berarti dari strata dalam organisasi lembaga penyiaran tersebut. Nomenklatur kelas ini dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah No. 12/2005 tentang LPP RRI Pasal 18. Dalam hal ini media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.       Media penyiaran kelas A, merupakan stasiun pusat yang berkedudukan di ibu kota Jakarta.
b.      Media penyiaran kelas B, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu kota provinsi.
c.       Media penyiaran kelas C, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu kota wilayah (wali kota).
Menurut UU. No. 32/2002 tentang Penyiaran, media penyiaran disebut sebagai lembaga penyiaran yang terdiri dari jasa penyiaran radio dan televisi. Dalam hal ini, media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai (Pasal 13 UU tersebut):
1.      Lembaga Penyiaran Publik (LPP), merupakan stasiun penyiaran yang berkedudukan di ibu kota, Jakarta, dan APBD untuk stasiun daerah. Di samping itu, dana operasionalnya dapat juga berasal dari iuran masyarakat serta usaha-usaha lain stasiun tersebut yang sah. LPP yang dimaksudkan adalah RRI dan TVRI yang mempunyai wilayah siaran secara nasional.
2.      Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan anggaran operasional secara swadaya melalui potensi siaran iklan dan jasa-jasa yang lain seperti pembuatan produksi yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Mempunyai wilayah secara lokal dan berjaringan secara terbatas. Berjaringan secara terbatas diatur mengikuti skema tertentu, yaitu berdasarkan potensi ekonomi satu daerah yang masuk dalam jaringannya. Penentuan skema ini didasarkan pada asas keadilan, sehingga asing-masing LPS tidak saling dirugikan.
3.      Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan anggaran operasional secara swadaya, yaitu dari pengumpulan donasi komunitasnya atau pihak-pihak yang bersimpati. Dalam UU penyiaran, LPK dilarang untuk mendapatkan dana dari siaran iklan. Mempunyai wilayah siaran yang terbatas (radius 2,5 km) dan berdaya pancar  maksimum 50 watt (pasal 5 PP No. 51/2002). Menurut pasal 3 PP tersebut dijelaskan, bahwa LPK didirikan oleh komunitas dalam wilayah tertentu, bersifat independen, tidak komersial, dan hanya untuk melayani kepentingan komunitasnya.
4.      Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan anggaran operasional secara swadaya melalui potensi siaran iklan, iuran para pelanggan, dan jasa-jasa yang lain seperti pembuatan produksi, jasa akses internet. LPB meliputi siaran melalui satelit, kabel (CAT,  cable television), dan terrestrial. Sistem terrestrial ini juga menyiarkan beberapa kanal televisi ke pelanggannya (poin-to-multipoint). Dengan menggunakan frekuensi pancaran pada pita 2,5GHz (MMDS).[5]

C.        Sistem Penyiaran TV di Indonesia
Dalam sistemnya televisi  mempunyai kesamaan dengan Radio, hal ini di sebabkan oleh kesamaan dalam kegunaannya, karena adanya televis merupakan hasil inovasi dari radio. Oleh sebab itulah ada kesamaan dalam undang-undannya, yakni di atur dengan undang-undang yang sama.
TV mempunyai Kode Etik yang di buat oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia. setiap operasionalnya sehari-hari. Jurnalis televise harus mematuhi pasal 5 dalam hal cara pemberitaannya, sebagai berikut:
Pasal 5
Dalam menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur dan berimbang, jurnalis televisi Indonesia:
1.   Selalu mengevakuasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan berita, menolak sensasi, berita menyesatkan, memutarbalikkan fakta, fitnah, cabul, dan sadis.
2.   Tidak menayangkan materi gambar maupun suara yang menyesatkan pemirsa.
3.    Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun suara untuk dijadikan berita.
4.   Menghindari berita yang memungkinkan benturan yang berkaitan dengan masalah SARA.
5.   Menyatakan secara jelas berita-berita yang bersifat fakta, analisis, komentar, dan opini.
6.   Tidak mencampur-adukkan berita dengan advertorial.
7.   Mencabut atau meralat pada kesempatan pertama setiap pemberitaan yang tidak akurat, dan memberikan kesempatan hak jawab secara proposional bagi pihak yang dirugikan.
8.   Menyajikan berita dengan menggunakan bahasa dan gambar yang santun dan patut, serta tidak melecehkan nilai-nilai kemanusiaan.
9.   Menghormati embargo dan 0ff the record.

Menurut morissan (2008:207) program televisi dibagi menjadi dua, yaitu program Informasi dan hiburan. Program informasi adalah segala jenis siaran yang tujuannya menambah pengetahuan (informasi) kepada khalayak audien. Dalam hal ini program informasi terbagi menjadi dua bagian yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news).
Program hiburan adalah segala bentuk siaran yang dibertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk music, lagu, cerita dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori ini adalah drama, music, dan permainan (game).
Infotainment, Kata “infotainment” merupakan singkatan dari information dan entertainment yang berarti suatu kombinasi sajian siaran informasi dan hiburan atau sajian informasi yang bersifat menghibur (Morissan, 2005:284).
Infotainment merupakan berita yang menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat (celebrity), dan karena sebagian besar dari mereka bekerja pada industri hiburan seperti pemain film/sinetron, penyanyi, dan sebagainya, maka berita mengenai mereka disebut juga dengan infotainment (Morissan, 2008:27).
Didalam buku Iswandi Syahputra yang berjudul Jurnalistik Infotainment (2006:153) menerangkan bahwa infotainment menjadi semacam lembaga yang siap menampung siapa saja yang ingin menyodorkan tontonan publik. 
Namun tanpa sadar, infotainment telah mengembangkan “sebuah jurnalisme yang membenarkan mengatasnamakan publik, tetapi publik tak memainkan peran apapun selain sebagai audiens”. (Syahputra, 2006:154)[6]

D.       Perkembangan Radio dan TV Saat Ini
Saat ini Radio dan TV sudah mengalami pergeseran massa, radio pernah unggul pada tahun 60-an dan TV pada tahun 90-an al hasil pada saat ini sudah tidak begitu  waw setelah media baru yang menawarkan fasilitas yang lebih lengkap, yakni Internet.
Akan tetapi kami mengamati perihal eksistensi saat ini yang semakin tidak teratur. Di mulai pada masa pasca ordee baru yang mana media menjadi liberal, bebas tak terkendali dan sempat bebas tanggung jawab. Saat ini media sangat bebas sekali  di sebabkan oleh kepemilikan/ konglomerasi media yang hanya di kuasai oleh orang-orang tertentu. Dan akibat dari persoalan tersebut adalah eksistensi media akan di campur dengan misi pribadi, sudah tidak sebagai media yang independent dan sudah tidak kredibel.
Media Radio dan TV sudah di kuasai oleh orang-orang tersebut yang terjun dalam dunia politik. Jadi tak heran jika media saat ini sudah tidak kredibel, melainkan sudah bercampur dengan  misi masing-masing. Contoh saja TV swasta yang ada di daerah-daerah kini di kuasai oleh TV nasional yang di miliki oleh orang-orang tertentu.
Data terakhir yang kami akses, Menurut Merlina Lim, dalam penelitiannya yang dipublish pada tahun 2012, media massa di Indonesia dikuasai oleh 13 Grup saja. Satu diantaranya dikuasai oleh Negara. Selebihnya milik konglomerasi (Gabungan Konglomerat). 12 grup ini telah menguasai dan mengontrol 100 % bisnis jasa (komersialiasi) pertelevisian di Tanah air. Mereka menguasai 5 dari 6 surat kabar dengan tiras/oplah terbesar. 4 Grup yang menguasai media online terpopuler. Juga radio yang dominan berada di Jakarta. Selain itu, mereka menguasai bisnis TV Digital (berbayar) dan bisnis lainnya seperti telekomunikasi, Teknologi Informasi dan layanan produksi, distribusi berbagai konten media marketing lainnya.
Media Group pimpinan Surya Paloh (dahulu sebagai penasehat Partai Golkar dan sekarang menjadi Penasehat Partai Nasdem). Kemudian ada Bakrie & Brothers (TV One dan AN TV) milik Abu Rizal Bakrie (ketua Umum Partai Golkar).
Selain itu, pemain lainnya adalah Trans Corporation (Trans TV dan Trans 7) milik Chairul Tanjung yang dikenal dekat dengan penasehat partai Demokrat Susilo Bambang Yudoyono. Meskipun kita tahu, CT (panggilan Chairul Tanjung) tidak berafiliasi langsung dengan partai Politik tertentu). Sosok lainnya, Hary Tanoesoedibyo pemilik MNC Group (RCTI, MNC TV, Global TV) sekarang membuat kendaraan politik sendiri yang bernama Partai Perindo. Sebelumnya, Hary bergabung dengan Partai Hanura, partai yang didirikan oleh Wiranto. Yang menarik adalah Grup Tempo (Majalah dan surat Kabar) yang didirikan oleh Gunawan Muhammad. Tempo, adalah satu-satunya media Non Konglomerasi yang mampu bertahan dalam persaingan ketat dalam bisnis media mainstream di Indonesia. Tempo juga sejauh ini independent dalam politik.
Dengan kondisi yang digambarkan di atas, masyarakat Indonesia akan dihadapkan kenyataan pada kualitas pemberitaan yang diekspos oleh hanya beberapa atau segelintir pemilik modal dan yang beberapa diantaranya memiliki latar belakang politik. Benturan kepentingan bisa saja terjadi. Dalam ilmu komunikasi massa, salah satu hambatan dalam komunikasi massa adalah adanya interest (kepentingan). Hambatan ini bisa mengakibatkan Masyarakat sebagai komunikan tidak memperoleh kualitas informasi yang utuh dan memadai.[7] Solusinya adalah saham terbesar sebuah media harus di miliki oleh kelompok, atau lembaga  yang tidak bisa di kendalikan hanya satu orang saja.
IV.   Kesimpulan
Kesimpulannya adalah Radio dan TV saat ini sudah mengalami masa yang sebebas bebasnya. Meskipun di Indonesia sudah ada Lembaga pengawas yakni Komisi Penyiaran Indonesia yang mengawasi jalnnya aktivitas media Radio dan TV. Akan tetapi lembaga tersebut belum/tidak mampu mengendalikan kuda yang lari dari kandangnya. Pasalnya KPI tidak mampu mengawasi secara ketat.
Sebenaranya tidak hanya KPI saja yang mempunyai peran dalam mengawasi aktivitas industry media tersebut, melainkan khalayak umum pun mempunyai kesempatan dan juga tanggung jawab untuk mengawasi industry media tersebut, idealnya seperti itu. Akan tetapi sepertinya Indonesia belum mampu seperti itu, bahkan khalayak umum pun ikut terhanyut dalam permainan media yang saat ini sedang di monopoli oleh mereka yang mempunyai dolar.



DAFTAR PUSTAKA

Mufid, Mahfud. 2005. Komunikasi dan Regulas, Penyiaran.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi, Jakarta: KENCANA PRENAMEDIA GROUP
Hoffman, Ruedi. 1999. Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta: Grasindo.
Panuju, Redi. 1997. Sistem Komunikasi Indonesia. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.







[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Televisi
[3] Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi, Jakarta: KENCANA PRENAMEDIA GROUP, 2011, hal.80-81.
[4] Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Op.,Cit. Hal. 44.
[5] Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Op.,Cit. Hal. 54-57.
[6] Hoffman, Ruedi. Dasar-dasar Apresiasi Program Televisi. Jakarta: Grasindo.1999. hlm 40
 [7] http://g341100009.blogspot.co.id/2016/05/menguasai-media.html

*Mahasiswa Angkatan 2015 UIN Walisongo Semarang, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar