Muhammad Ismail Lutfi
SISTEM PENYIARAN DI
INDONESIA
(Radio dan Televisi)
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sistem
Komunikasi Indonesia
Dosen Pengampu: Silvia Riskha
Fabriar, S. Sos. I, MSI
Disusun Oleh:
Muhammad
Ismail Lutfi (1501026048)
Apriliani
Abdul Wahid (1501026109)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
Pendahuluan
Realita di lapangan menunjukkan bahwa
komunikasi merupakan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dan saat ini telah
ada komunikasi massa yang mana merupakan komunikasi dengan menggunakan media
massa dalam penyampainnya. Dalam makalah ini kami akan fokus pada media
penyiaran yakni Radio dan Televisi.
Dalam sejarahnya Indonesia pernah sangat
gencarnya dalam penggunaan radio, terbukti pada saat pra dan pasca kemerdekaan
Indonesia yang menunjukkan banyaknya pengguna radio. Dengan seiring berjalannya
waktu, kecanggihan radio di susul dengan TV yang mempunyai nilai tambah yakni
menyajikan tidak hanya suara, akan tetapi gambar juga.
Dalam kesempatan ini kami membahas
tentang pengertian Radio, TV, sejarah berkembangnya, sistem penyiarannya dan
perkembangan saat ini. Mengingat perkembangan teknologi yang semakin canggih
dan dengan adanya penguasaan media oleh orang-orang tertentu. Padahal di negara
ini sudah terdapat lembaga-lembaga yang mengawasi serta mengontrol kinerja
setiap media.
II.
Rumusan
Masalah
A.
Bagaimana Pengertian dan Sejarah Rdio dan TV ?
B.
Seperti Apakah Sistem Radio di Indonesia ?
C.
Bagaimanakah Sistem TV di Indonesia ?
D.
Bagaimana Perkembangan Keduanya Saat Ini ?
III.
Pembahasan
A. Pengertian, sejarah Radio
dan TV
1.
Pengertian Radio dan sejarahnya
Rahanatha
(2008: 42) menjelaskan pengertian radio sebagai teknologi yang digunakan untuk
pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang
elektromagnetik). Dengan demikian yang dimaksud dengan istilah radio bukan
hanya bentuk fisiknya saja, tetapi antara bentuk fisik dengan kegiatan radio
adalah saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Arti
sederhananya Radio merupakan sebuah teknologi komunikasi dengan cara mengirimkan sinyal melalui gelombang
elektromagnetik.
Siaran radio
yang pertama di Indonesia
(waktu itu bernama Nederlands Indie - Hindia Belanda),
ialah Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia
(Jakarta Tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni
1925,
jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat,
tiga tahun setelah di Inggris
dan Uni Soviet.[1]
2.
Pengertian TV dan Sejarahnya
Televisi (TV) adalah sebuah media
telekomunikasi terkenal yang berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak
beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna.[2]
Televisi merupakan alat penangkap suara yang bergambar berupa audio visual
dengan cara broadcasting, yang mana istilah ini berasal dari bahasa yunani.
Tele (jauh) dan vision (meihat) yang berarti “melihat jauh” karena TV di tonton
oleh pemirsa dari jarak jauh. (Ilham Z, 2010:255)
TV sebagai
media massa mulai lahir pada tahun 1946, ketika khalayak menonton siaran rapat
dewan keamanan PBB New York (Amir, 1999). Sedangkan di Indonesia Televisi mulai ada dan berkembang pada tahun 1962
dimulai dengan pengiriman teleks oleh Presiden Soekarno di Wina kepada Menteri
Penerangan Maladi pada 23 oktober 1961. Mulai saat itulah Soekarno
memerintahkan Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televis, dan TVRI
merupakan stasiun televise pertama di Indonesia.
B.
Sistem
Penyiaran Radio di Indonesia
Kurang dari satu dekade setelah
reformasi, peta media massa di Indonesia telah berubah secara drastis. Media
cetak yang kuat berkembang dan menjadi induk dari lahirnya grup media cetak.
Sementara itu, media elektronika berkembang lebih cepat lagi dan menjadi
industri yang menggiurkan bagi para pemilik modal karena melimpahnya iklan yang
masuk ke media elektronika, khususnya media televisi yang dimiliki oleh
perusahaan swasta.
Pada era kolonialisme (pra-kemerdekaan),
media massa bersatu dalam satu tujuan, yaitu melahirkan pemikiran-pemikiran
yang memperjuangkan nasionalisme Indonesia. Pada masa tersebut peran media
massa dalam menyampaikan pesan-pesan pembentukan opini bagi idealisme sangat berat,
karena redaksionalnya dikuasai dan diawasi oleh pihak kolonial Belanda dan
Jepang walaupun demikian, para kuli tinta saat itu tetap berupaya keras
menyampaikan pesan dan pemikiran nasionalisme di media massa.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tugas
media massa dalam menyampaikan pesan difokuskan kepada semangat patriotisme
yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Indonesia. Hal ini dimaksudkan
untuk menghadang pihak-pihak yang tidak menghendaki kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia.
Adapun era demokrasi terpimpin menjadi
bagian sejarah pendewasaan media massa di Indonesia. Kondisi politik yang belum
stabil, banyaknya partai politik, dan income per kapita rendah menggambarkan
permasalahan sosial yang kompleks. Media massa telah bebas dari kolonialisme namun
berubah sebagai alat kekuatan politik dalam perang ideologi (nasional, agama,
komunis).
Memasuki era Orde Baru terjadi pemusatan
informasi oleh negara. Realitas kondisi politik yang stabil dan tenang tanpa
gejolak berarti lebih dikarenakan tindakan represif pemerintah. Media massa
dikontrol dalam regulasi yang otoriter, untuk selanjutnya menjadi propaganda
penguasa dalam mengatur roda pemerintahan. Melihat kondisi saat ini, dan
dibandingkan dengan era-era sebelumnya, dapat ditelusuri perkembangan bisnis media;
apakah bisnis media menjadi lebih baik untuk kebutuhan masyarakat ataukah hanya
menguntungkan para konglomerat yang menguasai bisnis media di Indonesia.[3]
Penyiaran di Indonesia telah diatur
dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2002. Pada pasal 1 butir 2 yang berbunyi “penyiaran
adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau
sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan
spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk
dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran”.
Dalam melaksanakan penyiaran, terdapat
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berwenang sebagai lembaga negara yang
bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran (terdapat dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2002 pasal 7 butir 2). Kemudian dalam menjalankan
tugas, fungsi, wewenang dan kewajibannya KPI Pusat diawasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (sebagaimana yang terdapat pada Undang-Undang
No. 32 tahun 2002 pasal 7 butir 4).
Selanjutnya dalam konsiderans
Undang-Undang No. 32 tahun 2002 butir d ditegaskan, bahwa lembaga penyiaran
merupakan media komunikasi massa yang mempunyai peran penting dalam kehidupan
sosial, budaya politik, dan ekonomi memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, serta
kontrol dan perekat sosial. Ini berarti media penyiaran berperan sebagai media
massa yang sejajar dengan media cetak dan media tatap muka.[4]
Terdapat beberapa klasifikasi jenis
media penyiaran yang dapat terbagi menurut format siaran, sumber pendanaan,
wilayah cakupan layanannya, fugnsinya dalam jaringan, menurut kelas jaringan
nasional (PP No. 12/2005 tentang LPP RRI), dan menurut UU No. 32/2002 tentang
penyiaran.
1.
Menurut
format siaran, berarti dari jenis program yang disajikan setiap harinya (rundown)
yang biasanya dirancang dalam satu tahun anggaran, maka media penyiaran dapat
diklasifikasikan sebagai:
a.
Media
penyiaran pendidikan, yang mempunyai program tetap instruksional olahraga, tata
boga, dan tata busana. Di samping itu, jenis program lainnya, yaitu dengan
topik iptek, kebudayaan, kewilayahan
b.
Media
penyiaran berita, yang mempunya format siaran berita dengan beberapa aspeknya,
seperti headline das,breaking das, berita tetap (siang, malam),
wawancara eksklusif, laporan investigasi, ulasan ekonomi/politik.
c.
Media
penyiaran hiburan, yang menyiarkan segala bentuk entertaint seperti pagelaran
musik, sulap, pagelaran pemberian award.
d.
Media
penyiaran umum, yang menyiarkan semua format yang mungkin.
2.
Menurut
sumber pendanaan, berarti dari asal perolehan dana yang digunakan untuk
penyelenggaraan penyiaran, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.
Media
penyiaran publik, yang mendapatkan seluruh pendanaan atau sebagian anggaran
operasionalnya dari pemerintah. Biasanya media penyiaran ini menjadi saluran
pemerintah untuk menyiarkan kemajuan pembangunan, kebijaksanaan yang diambil
pemerintah.
b.
Media
penyiaran swasta, yang mendapatkan dana secara swadaya melalui pendayagunaan
potensi periklanan.
c.
Media
penyiaran komunitas, yang memperoleh dana secara swadaya dari kalangan
komunitasnya, seperti kalangan nelayan, petani, atau kelompok-kelompok lain.
3.
Menurut
wilayah cakupan layanan, berarti dari luas wilayah yang dapat menangkap
siaran stasiun penyiaran tersebut, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan
sebagai:
a.
Media
penyiaran lokal, yang mempunyai wilayah siaran hanya sebatas wilayah perkotaan,
misalnya siaran radio FM.
b.
Media
penyiaran regional, yang mempunyai wilayah siaran sampai melintasi wilayah satu
perkotaan, misalnya siaran radio MW.
c.
Media
penyiaran nasional, yang mempunyai wilayah siaran secara nasional (nation wide),
misalnya RRI dengan siaran dari Stasiun Pusat Jakarta.
d.
Media
penyiaran internasional, yang mempunyai wilayah siaran secara internasional
seperti RRI siaran luar negeri (VOI, Voice of Indonesia), BBC, ABC.
4.
Menurut
fungsinya dalam jaringan, berarti dari status dalam jaringan secara
operasional sehari-hari, maka media penyiaran dapat diklasifikasikan sebagai:
a.
Media
penyiaran induk, merupakan stasiun pusat dari mana siaran berasal. Biasanya
produksi siaran juga dilakukan di stasiun induk ini, dan umumnya letak stasiun
induk berada di ibu kota satu negara seperti RRI di Jakarta, BBC di kota
London.
b.
Media
penyiaran relai, merupakan stasiun penerus pancaran semua program dari stasiun
induk. Stasiun relai ini tidak melakukan produk siaran.
5.
Menurut
kelas dalam jaringan nasional,
berarti dari strata dalam organisasi lembaga penyiaran tersebut.
Nomenklatur kelas ini dicantumkan dalam Peraturan Pemerintah No. 12/2005
tentang LPP RRI Pasal 18. Dalam hal ini media penyiaran dapat diklasifikasikan
sebagai:
a.
Media
penyiaran kelas A, merupakan stasiun pusat yang berkedudukan di ibu kota
Jakarta.
b.
Media
penyiaran kelas B, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu kota
provinsi.
c.
Media
penyiaran kelas C, merupakan stasiun daerah yang berkedudukan di ibu kota
wilayah (wali kota).
Menurut UU. No. 32/2002 tentang Penyiaran,
media penyiaran disebut sebagai lembaga penyiaran yang terdiri dari jasa
penyiaran radio dan televisi. Dalam hal ini, media penyiaran dapat
diklasifikasikan sebagai (Pasal 13 UU tersebut):
1.
Lembaga
Penyiaran Publik (LPP), merupakan stasiun penyiaran yang berkedudukan di ibu
kota, Jakarta, dan APBD untuk stasiun daerah. Di samping itu, dana
operasionalnya dapat juga berasal dari iuran masyarakat serta usaha-usaha lain
stasiun tersebut yang sah. LPP yang dimaksudkan adalah RRI dan TVRI yang
mempunyai wilayah siaran secara nasional.
2.
Lembaga
Penyiaran Swasta (LPS), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan anggaran
operasional secara swadaya melalui potensi siaran iklan dan jasa-jasa yang lain
seperti pembuatan produksi yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
Mempunyai wilayah secara lokal dan berjaringan secara terbatas. Berjaringan
secara terbatas diatur mengikuti skema tertentu, yaitu berdasarkan potensi
ekonomi satu daerah yang masuk dalam jaringannya. Penentuan skema ini
didasarkan pada asas keadilan, sehingga asing-masing LPS tidak saling
dirugikan.
3.
Lembaga
Penyiaran Komunitas (LPK), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan
anggaran operasional secara swadaya, yaitu dari pengumpulan donasi komunitasnya
atau pihak-pihak yang bersimpati. Dalam UU penyiaran, LPK dilarang untuk
mendapatkan dana dari siaran iklan. Mempunyai wilayah siaran yang terbatas
(radius 2,5 km) dan berdaya pancar
maksimum 50 watt (pasal 5 PP No. 51/2002). Menurut pasal 3 PP tersebut
dijelaskan, bahwa LPK didirikan oleh komunitas dalam wilayah tertentu, bersifat
independen, tidak komersial, dan hanya untuk melayani kepentingan komunitasnya.
4.
Lembaga
Penyiaran Berlangganan (LPB), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan
anggaran operasional secara swadaya melalui potensi siaran iklan, iuran para
pelanggan, dan jasa-jasa yang lain seperti pembuatan produksi, jasa akses
internet. LPB meliputi siaran melalui satelit, kabel (CAT, cable television), dan terrestrial.
Sistem terrestrial ini juga menyiarkan beberapa kanal televisi ke pelanggannya (poin-to-multipoint).
Dengan menggunakan frekuensi pancaran pada pita 2,5GHz (MMDS).[5]
C.
Sistem Penyiaran TV di Indonesia
Dalam sistemnya televisi mempunyai kesamaan dengan Radio, hal ini di
sebabkan oleh kesamaan dalam kegunaannya, karena adanya televis merupakan hasil
inovasi dari radio. Oleh sebab itulah ada kesamaan dalam undang-undannya, yakni
di atur dengan undang-undang yang sama.
TV mempunyai Kode Etik yang di buat oleh
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia. setiap operasionalnya sehari-hari.
Jurnalis televise harus mematuhi pasal 5 dalam hal cara pemberitaannya, sebagai
berikut:
Pasal 5
Dalam
menayangkan sumber dan bahan berita secara akurat, jujur dan berimbang,
jurnalis televisi Indonesia:
1.
Selalu
mengevakuasi informasi semata-mata berdasarkan kelayakan berita, menolak
sensasi, berita menyesatkan, memutarbalikkan fakta, fitnah, cabul, dan sadis.
2.
Tidak
menayangkan materi gambar maupun suara yang menyesatkan pemirsa.
3.
Tidak merekayasa peristiwa, gambar maupun
suara untuk dijadikan berita.
4.
Menghindari
berita yang memungkinkan benturan yang berkaitan dengan masalah SARA.
5.
Menyatakan
secara jelas berita-berita yang bersifat fakta, analisis, komentar, dan opini.
6.
Tidak
mencampur-adukkan berita dengan advertorial.
7.
Mencabut
atau meralat pada kesempatan pertama setiap pemberitaan yang tidak akurat, dan
memberikan kesempatan hak jawab secara proposional bagi pihak yang dirugikan.
8.
Menyajikan
berita dengan menggunakan bahasa dan gambar yang santun dan patut, serta tidak
melecehkan nilai-nilai kemanusiaan.
9.
Menghormati
embargo dan 0ff the record.
Menurut morissan (2008:207) program televisi
dibagi menjadi dua, yaitu program Informasi dan hiburan. Program informasi
adalah segala jenis siaran yang tujuannya menambah pengetahuan (informasi)
kepada khalayak audien. Dalam hal ini program informasi terbagi menjadi dua
bagian yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news).
Program hiburan adalah segala bentuk
siaran yang dibertujuan untuk menghibur audien dalam bentuk music, lagu, cerita
dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori ini adalah drama, music,
dan permainan (game).
Infotainment, Kata “infotainment”
merupakan singkatan dari information dan entertainment yang berarti suatu
kombinasi sajian siaran informasi dan hiburan atau sajian informasi yang
bersifat menghibur (Morissan, 2005:284).
Infotainment merupakan berita yang
menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat
(celebrity), dan karena sebagian besar dari mereka bekerja pada industri
hiburan seperti pemain film/sinetron, penyanyi, dan sebagainya, maka berita
mengenai mereka disebut juga dengan infotainment (Morissan, 2008:27).
Didalam buku Iswandi Syahputra yang
berjudul Jurnalistik Infotainment (2006:153) menerangkan bahwa infotainment
menjadi semacam lembaga yang siap menampung siapa saja yang ingin menyodorkan
tontonan publik.
Namun tanpa sadar, infotainment telah
mengembangkan “sebuah jurnalisme yang membenarkan mengatasnamakan publik,
tetapi publik tak memainkan peran apapun selain sebagai audiens”. (Syahputra,
2006:154)[6]
D. Perkembangan Radio dan TV Saat Ini
Saat ini Radio dan TV sudah mengalami
pergeseran massa, radio pernah unggul pada tahun 60-an dan TV pada tahun 90-an
al hasil pada saat ini sudah tidak begitu
waw setelah media baru yang menawarkan fasilitas yang lebih lengkap,
yakni Internet.
Akan tetapi kami mengamati perihal eksistensi
saat ini yang semakin tidak teratur. Di mulai pada masa pasca ordee baru yang
mana media menjadi liberal, bebas tak terkendali dan sempat bebas tanggung
jawab. Saat ini media sangat bebas sekali
di sebabkan oleh kepemilikan/ konglomerasi media yang hanya di kuasai
oleh orang-orang tertentu. Dan akibat dari persoalan tersebut adalah eksistensi
media akan di campur dengan misi pribadi, sudah tidak sebagai media yang
independent dan sudah tidak kredibel.
Media Radio dan TV sudah di kuasai oleh
orang-orang tersebut yang terjun dalam dunia politik. Jadi tak heran jika media
saat ini sudah tidak kredibel, melainkan sudah bercampur dengan misi masing-masing. Contoh saja TV swasta
yang ada di daerah-daerah kini di kuasai oleh TV nasional yang di miliki oleh
orang-orang tertentu.
Data terakhir yang kami akses, Menurut Merlina Lim, dalam penelitiannya
yang dipublish pada tahun 2012, media massa di Indonesia dikuasai oleh 13 Grup
saja. Satu diantaranya dikuasai oleh Negara. Selebihnya milik konglomerasi
(Gabungan Konglomerat). 12 grup ini telah menguasai dan mengontrol 100 % bisnis
jasa (komersialiasi) pertelevisian di Tanah air. Mereka menguasai 5 dari 6
surat kabar dengan tiras/oplah terbesar. 4 Grup yang menguasai media online terpopuler.
Juga radio yang dominan berada di Jakarta. Selain itu, mereka menguasai bisnis
TV Digital (berbayar) dan bisnis lainnya seperti telekomunikasi, Teknologi
Informasi dan layanan produksi, distribusi berbagai konten media marketing
lainnya.
Media Group pimpinan Surya Paloh (dahulu sebagai penasehat Partai Golkar
dan sekarang menjadi Penasehat Partai Nasdem). Kemudian ada Bakrie &
Brothers (TV One dan AN TV) milik Abu Rizal Bakrie (ketua Umum Partai Golkar).
Selain itu, pemain lainnya adalah Trans Corporation (Trans TV dan Trans 7)
milik Chairul Tanjung yang dikenal dekat dengan penasehat partai Demokrat
Susilo Bambang Yudoyono. Meskipun kita tahu, CT (panggilan Chairul Tanjung)
tidak berafiliasi langsung dengan partai Politik tertentu). Sosok lainnya, Hary
Tanoesoedibyo pemilik MNC Group (RCTI, MNC TV, Global TV) sekarang membuat
kendaraan politik sendiri yang bernama Partai Perindo. Sebelumnya, Hary
bergabung dengan Partai Hanura, partai yang didirikan oleh Wiranto. Yang
menarik adalah Grup Tempo (Majalah dan surat Kabar) yang didirikan oleh Gunawan
Muhammad. Tempo, adalah satu-satunya media Non Konglomerasi yang mampu bertahan
dalam persaingan ketat dalam bisnis media mainstream di Indonesia. Tempo juga
sejauh ini independent dalam politik.
Dengan kondisi yang digambarkan di atas, masyarakat Indonesia akan
dihadapkan kenyataan pada kualitas pemberitaan yang diekspos oleh hanya
beberapa atau segelintir pemilik modal dan yang beberapa diantaranya memiliki
latar belakang politik. Benturan kepentingan bisa saja terjadi. Dalam ilmu
komunikasi massa, salah satu hambatan dalam komunikasi massa adalah adanya
interest (kepentingan). Hambatan ini bisa mengakibatkan Masyarakat sebagai
komunikan tidak memperoleh kualitas informasi yang utuh dan memadai.[7] Solusinya
adalah saham terbesar sebuah media harus di miliki oleh kelompok, atau
lembaga yang tidak bisa di kendalikan
hanya satu orang saja.
IV.
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah Radio dan TV saat
ini sudah mengalami masa yang sebebas bebasnya. Meskipun di Indonesia sudah ada
Lembaga pengawas yakni Komisi Penyiaran Indonesia yang mengawasi jalnnya
aktivitas media Radio dan TV. Akan tetapi lembaga tersebut belum/tidak mampu
mengendalikan kuda yang lari dari kandangnya. Pasalnya KPI tidak mampu
mengawasi secara ketat.
Sebenaranya tidak hanya KPI saja yang
mempunyai peran dalam mengawasi aktivitas industry media tersebut, melainkan
khalayak umum pun mempunyai kesempatan dan juga tanggung jawab untuk mengawasi
industry media tersebut, idealnya seperti itu. Akan tetapi sepertinya Indonesia
belum mampu seperti itu, bahkan khalayak umum pun ikut terhanyut dalam
permainan media yang saat ini sedang di monopoli oleh mereka yang mempunyai
dolar.
DAFTAR PUSTAKA
Mufid, Mahfud. 2005. Komunikasi dan Regulas, Penyiaran.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Hidajanto
Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah, Organisasi,
Operasional, dan Regulasi, Jakarta: KENCANA PRENAMEDIA GROUP
Hoffman, Ruedi. 1999. Dasar-dasar Apresiasi Program
Televisi. Jakarta: Grasindo.
Panuju, Redi. 1997. Sistem Komunikasi Indonesia.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
[2]
https://id.wikipedia.org/wiki/Televisi
[3] Hidajanto
Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran Sejarah, Organisasi,
Operasional, dan Regulasi, Jakarta:
KENCANA PRENAMEDIA GROUP, 2011,
hal.80-81.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar